Kamis, 06 Agustus 2015

SUDAHKAH KITA BERDOA BAGI MEREKA???



Hari ini, aku dan sahabatku mengunjungi sebuah keluarga Jemaat yang ku layani. Perkunjungan ini merupakan pelayanan rutin yang kami rencanakan di periode pelayanan ini. Dengan mempersiapkan segala sesuatunya dengan baik, perkunjungan pun kami laksanakan.  

Setibanya di tempat tujuan, perbincangan pun terjadi. Banyak hal yang menjadi topic perbincangan kami, mulai dari kehidupan keluarga, pekerjaan bahkan tentang pergumulan-pergumulan yang dihadapi keluarga. Suasananya mengalir dan suasananya begitu hangat. Hingga akhirnya kami pun mengakhiri kunjungan itu dengan berdoa bersama.

Namun ada hal yang mengusik hatiku seusai perkunjungan itu. Dalam perjalanan sahabatku berkata: “Pendeta, hari ini perkunjungan kita berjalan lancar. Kita sudah berbincang, kita sama-sama berdoa melipat tangan, menutup mata, menundukkan kepala. Saya percaya banyak hal yang akan terjadi di tengah keluarga mereka”. Aku memang tak merespon apa-apa saat itu. Tapi aku tersentak dengan ungkapan beliau. “Apakah ini yang diinginkan Allah ketika kami berdoa”?

Tak bisa disangkal, bagi segelintir orang doa sering diartikan dengan melipat tangan, memejamkan mata, menundukkan kepala dan mengucapkan rangkaian kata-kata. Tapi benarkah bila sampai disini saja peran kami dalam perkunjungan ini? Sedemikan sederhananyakah makna doa itu? Apakah benar, doa hanya sebuah sikap tubuh yang memperlihatkan tangan yang terlipat, mata yang terpejam dan kepala yang tertunduk, dan mulut yang bergerak mengucapkan rangkaian-rangkaian kata? Wah, kalau memang hanya sebatas itu, betapa kerdil dan kecilnya doa itu!

Aku sungguh bergumul dengan serangkaian pertanyaan itu. Kucoba berdiam dan bermenung dengan pertanyaan itu. Kucoba menariknya ke dalam kehidupanku, merenungkannya dan memperhadapkannya dengan hal berdoa yang kujalani, kuyakini dan kupahami sebagai hambaNya.

Kenyataannya, memang ketika aku berdoa, tanganku terlipat, aku memejamkan mata dan menunduk, dari mulutku juga terucap rangkaian kata-kata. Aku pun menerima pendapat sahabatku itu. Sampai disini memang beliau tak salah sama sekali. Lalu kupandang diriku, kucoba merenungkan bagaimana aku berdoa. Sekali lagi, beliau benar! “Lalu, mengapa aku berlaku begitu”? Kulanjutkan lagi permenunganku.

Bagiku, berdoa merupakan sebuah perjumpaan dengan Allah yang kudus, berkuasa, dasyat dan menakjubkan. Dalam perjumpaan itu kurasakan bahwa aku begitu cemar, kecil, kerdil, bukan apa-apa dan bukan siapa-siapa. Aku sungguh jauh berbeda denganNya. Bak berhadapan dengan Gempa Bumi berpadu Tsunami yang sekejap saja bisa membuatku binasa. Karena itulah aku tunduk! Aku katakan, Kepalaku tertunduk sebab aku takut, sebab aku sungguh berbeda denganNya. Pun selanjutnya, kulipat tanganku, sebab aku tak mau kelihatan ‘asal’ dihadapanNya. Kusimpulkan mengapa aku tertunduk, melipat tanganku: “itulah yang bisa kuungkapkan dengan tubuhku bahwa aku menakutiNya”.

Disamping itu, aku juga menyadari bahwa dalam doa, aku juga bertemu dengan Kuasa Allah yang baik, menentramkan dan mengasihiku. Dihadapan Kuasa itu aku merasa begitu damai, senang dan bahagia. Aku begitu menyukai Kuasa itu. Karena Dia baik, berkuasa dan mengasihi itulah maka dari mulutku keluarlah pujian dan permohonan. Itu semua kurangkaikan dalam bentuk kata-kata. Demikianlah bagiku, doa merupakan rangkaian kata-kata. Namun bukan kata-kata yang ‘klise’, melainkan sebuah ungkapan percaya bahwa Dia berkuasa dan pantas bagiku memuji dan bermohon kepadaNya. Bukan sebab begitulah gerak lazimnya.

Selanjutnya dalam permenunganku. Aku menjumpaiNya dalam doaku! Aku mau menjalin hubungan dan mengikatkan diri denganNya sebagai seorang suruhanNya. Yang kupahami, bahwa Dia yang kujumpai itu adalah sosok yang tak terbatas. Matius 25:35-36 menuturkan bahwa Dia juga hadir dalam rupa sesamaku yang lapar dan butuh makanan, yang haus dan mengharapkan minum, sebagai seorang asing yang butuh tumpangan, orang yang telanjang dan memerlukan pakaian, orang yang sakit dan butuh lawatan, orang yang terpenjara dan mengharapkan kunjungan. Jadi, berdoa bagiku juga berarti menjumpai dan menjalin hubungan dengan mereka. Dengan itu, ketika aku berdoa, kusadari bahwa sejatinya aku tengah dipanggil untuk menjumpai dan melibatkan diri dengan mereka. Aku dipanggil dan disuruhNya untuk bergulat meninggalkan duniaku, lalu berkecimpung dalam duniaNya melalui sesamaku. Saat ini aku tengah berjalan untuk itu!

Karena itu, bagiku, berdoa memang harus melipat tangan. Tapi itu belum usai! Itu baru sebagian! Sebab doa tak hanya melipat tangan agar tidak ‘asal’ dihadapanNya, tapi juga berarti membuka tangan dan bahkan harus turun tangan untuk memberi makan bagi mereka yang lapar, member minum bagi yang kehausan, member tumpangan bagi mereka yang terasing, member lawatan bagi mereka yang terpenjara, dan ragam tindakan nyata lainnya yang pro kehidupan.

Aku memang perlu memejamkan mata saat berdoa agar semakin merasakan hadiratNya yang sungguh amat Kudus. Akan tetapi ini merupakan awal. Jangan lupa untuk membuka mata dan melihat kenyataan hidup yang terbentang dimana kita hidup dan berdoa. Sebab, sama halnya dengan manusia yang mati yang matanya tetap terpejam, demikianlah orang yang berdoa yang tak mau membuka matanya untuk menatap kenyataan kehidupan dan berusaha berkontribusi positif di dalamnya.  

Tetaplah berdoa dengan menundukkan kepala sebagai ungkapan takut akan Dia, yang tak berani melawan perintah dan suruhanNya. Teruslah mengungkapkan doa dengan kata-kata sebab dengan itulah kamu memuji dan bermohon. Tapi jangan berhenti disitu. Biarlah kata-kata itu juga menjadi sebuah jawaban dan pertanggungjawaban atas perintah dan suruhaNya.

Maka, benarkah berdoa sebatas tanganku terlipat, aku memejamkan mata dan menunduk, dari mulutku juga terucap rangkaian kata-kata? Sudahkah kita berdoa bagi mereka? Mari menyimpulkan sendiri! Kataku untukmu: “Sahabatku, tugas kita belum usai! Kita baru memulai! Masih banyak perkara yang belum kita tuntaskan”. Karena itu, bersiap sedialah untuk memainkan peran kita dalam episode selanjutnya. Tuhan tengah menanti doa dan karya kita bagi JemaatNya. Mari kita sama-sama berdoa bagi mereka yang kita kunjungi hari ini. Sebab Allah menunggu pertanggungjawaban kita sebagai HambaNya!

Selamat Melayani Sahabatku…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar