Kamis, 06 Agustus 2015

SUDAHKAH KITA BERDOA BAGI MEREKA???



Hari ini, aku dan sahabatku mengunjungi sebuah keluarga Jemaat yang ku layani. Perkunjungan ini merupakan pelayanan rutin yang kami rencanakan di periode pelayanan ini. Dengan mempersiapkan segala sesuatunya dengan baik, perkunjungan pun kami laksanakan.  

Setibanya di tempat tujuan, perbincangan pun terjadi. Banyak hal yang menjadi topic perbincangan kami, mulai dari kehidupan keluarga, pekerjaan bahkan tentang pergumulan-pergumulan yang dihadapi keluarga. Suasananya mengalir dan suasananya begitu hangat. Hingga akhirnya kami pun mengakhiri kunjungan itu dengan berdoa bersama.

Namun ada hal yang mengusik hatiku seusai perkunjungan itu. Dalam perjalanan sahabatku berkata: “Pendeta, hari ini perkunjungan kita berjalan lancar. Kita sudah berbincang, kita sama-sama berdoa melipat tangan, menutup mata, menundukkan kepala. Saya percaya banyak hal yang akan terjadi di tengah keluarga mereka”. Aku memang tak merespon apa-apa saat itu. Tapi aku tersentak dengan ungkapan beliau. “Apakah ini yang diinginkan Allah ketika kami berdoa”?

Tak bisa disangkal, bagi segelintir orang doa sering diartikan dengan melipat tangan, memejamkan mata, menundukkan kepala dan mengucapkan rangkaian kata-kata. Tapi benarkah bila sampai disini saja peran kami dalam perkunjungan ini? Sedemikan sederhananyakah makna doa itu? Apakah benar, doa hanya sebuah sikap tubuh yang memperlihatkan tangan yang terlipat, mata yang terpejam dan kepala yang tertunduk, dan mulut yang bergerak mengucapkan rangkaian-rangkaian kata? Wah, kalau memang hanya sebatas itu, betapa kerdil dan kecilnya doa itu!

Aku sungguh bergumul dengan serangkaian pertanyaan itu. Kucoba berdiam dan bermenung dengan pertanyaan itu. Kucoba menariknya ke dalam kehidupanku, merenungkannya dan memperhadapkannya dengan hal berdoa yang kujalani, kuyakini dan kupahami sebagai hambaNya.

Kenyataannya, memang ketika aku berdoa, tanganku terlipat, aku memejamkan mata dan menunduk, dari mulutku juga terucap rangkaian kata-kata. Aku pun menerima pendapat sahabatku itu. Sampai disini memang beliau tak salah sama sekali. Lalu kupandang diriku, kucoba merenungkan bagaimana aku berdoa. Sekali lagi, beliau benar! “Lalu, mengapa aku berlaku begitu”? Kulanjutkan lagi permenunganku.

Bagiku, berdoa merupakan sebuah perjumpaan dengan Allah yang kudus, berkuasa, dasyat dan menakjubkan. Dalam perjumpaan itu kurasakan bahwa aku begitu cemar, kecil, kerdil, bukan apa-apa dan bukan siapa-siapa. Aku sungguh jauh berbeda denganNya. Bak berhadapan dengan Gempa Bumi berpadu Tsunami yang sekejap saja bisa membuatku binasa. Karena itulah aku tunduk! Aku katakan, Kepalaku tertunduk sebab aku takut, sebab aku sungguh berbeda denganNya. Pun selanjutnya, kulipat tanganku, sebab aku tak mau kelihatan ‘asal’ dihadapanNya. Kusimpulkan mengapa aku tertunduk, melipat tanganku: “itulah yang bisa kuungkapkan dengan tubuhku bahwa aku menakutiNya”.

Disamping itu, aku juga menyadari bahwa dalam doa, aku juga bertemu dengan Kuasa Allah yang baik, menentramkan dan mengasihiku. Dihadapan Kuasa itu aku merasa begitu damai, senang dan bahagia. Aku begitu menyukai Kuasa itu. Karena Dia baik, berkuasa dan mengasihi itulah maka dari mulutku keluarlah pujian dan permohonan. Itu semua kurangkaikan dalam bentuk kata-kata. Demikianlah bagiku, doa merupakan rangkaian kata-kata. Namun bukan kata-kata yang ‘klise’, melainkan sebuah ungkapan percaya bahwa Dia berkuasa dan pantas bagiku memuji dan bermohon kepadaNya. Bukan sebab begitulah gerak lazimnya.

Selanjutnya dalam permenunganku. Aku menjumpaiNya dalam doaku! Aku mau menjalin hubungan dan mengikatkan diri denganNya sebagai seorang suruhanNya. Yang kupahami, bahwa Dia yang kujumpai itu adalah sosok yang tak terbatas. Matius 25:35-36 menuturkan bahwa Dia juga hadir dalam rupa sesamaku yang lapar dan butuh makanan, yang haus dan mengharapkan minum, sebagai seorang asing yang butuh tumpangan, orang yang telanjang dan memerlukan pakaian, orang yang sakit dan butuh lawatan, orang yang terpenjara dan mengharapkan kunjungan. Jadi, berdoa bagiku juga berarti menjumpai dan menjalin hubungan dengan mereka. Dengan itu, ketika aku berdoa, kusadari bahwa sejatinya aku tengah dipanggil untuk menjumpai dan melibatkan diri dengan mereka. Aku dipanggil dan disuruhNya untuk bergulat meninggalkan duniaku, lalu berkecimpung dalam duniaNya melalui sesamaku. Saat ini aku tengah berjalan untuk itu!

Karena itu, bagiku, berdoa memang harus melipat tangan. Tapi itu belum usai! Itu baru sebagian! Sebab doa tak hanya melipat tangan agar tidak ‘asal’ dihadapanNya, tapi juga berarti membuka tangan dan bahkan harus turun tangan untuk memberi makan bagi mereka yang lapar, member minum bagi yang kehausan, member tumpangan bagi mereka yang terasing, member lawatan bagi mereka yang terpenjara, dan ragam tindakan nyata lainnya yang pro kehidupan.

Aku memang perlu memejamkan mata saat berdoa agar semakin merasakan hadiratNya yang sungguh amat Kudus. Akan tetapi ini merupakan awal. Jangan lupa untuk membuka mata dan melihat kenyataan hidup yang terbentang dimana kita hidup dan berdoa. Sebab, sama halnya dengan manusia yang mati yang matanya tetap terpejam, demikianlah orang yang berdoa yang tak mau membuka matanya untuk menatap kenyataan kehidupan dan berusaha berkontribusi positif di dalamnya.  

Tetaplah berdoa dengan menundukkan kepala sebagai ungkapan takut akan Dia, yang tak berani melawan perintah dan suruhanNya. Teruslah mengungkapkan doa dengan kata-kata sebab dengan itulah kamu memuji dan bermohon. Tapi jangan berhenti disitu. Biarlah kata-kata itu juga menjadi sebuah jawaban dan pertanggungjawaban atas perintah dan suruhaNya.

Maka, benarkah berdoa sebatas tanganku terlipat, aku memejamkan mata dan menunduk, dari mulutku juga terucap rangkaian kata-kata? Sudahkah kita berdoa bagi mereka? Mari menyimpulkan sendiri! Kataku untukmu: “Sahabatku, tugas kita belum usai! Kita baru memulai! Masih banyak perkara yang belum kita tuntaskan”. Karena itu, bersiap sedialah untuk memainkan peran kita dalam episode selanjutnya. Tuhan tengah menanti doa dan karya kita bagi JemaatNya. Mari kita sama-sama berdoa bagi mereka yang kita kunjungi hari ini. Sebab Allah menunggu pertanggungjawaban kita sebagai HambaNya!

Selamat Melayani Sahabatku…

Selasa, 04 Agustus 2015

Khotbah Minggu X setelah Trinitatis, 9 Agustus 2015



ALLAH MENDENGAR DAN MEMBEBASKAN ORANG YANG TERTINDAS
Mazmur 34:1-8

34:1 Dari Daud, pada waktu ia pura-pura tidak waras pikirannya di depan Abimelekh, sehingga ia diusir, lalu pergi. 34:2 Aku hendak memuji TUHAN pada segala waktu; puji-pujian kepada-Nya tetap di dalam mulutku. 34:3 Karena TUHAN jiwaku bermegah; biarlah orang-orang yang rendah hati mendengarnya dan bersukacita. 34:4 Muliakanlah TUHAN bersama-sama dengan aku, marilah kita bersama-sama memasyhurkan nama-Nya! 34:5 Aku telah mencari TUHAN, lalu Ia menjawab aku, dan melepaskan aku dari segala kegentaranku. 34:6 Tujukanlah pandanganmu kepada-Nya, maka mukamu akan berseri-seri, dan tidak akan malu tersipu-sipu. 34:7 Orang yang tertindas ini berseru, dan TUHAN mendengar; Ia menyelamatkan dia dari segala kesesakannya. 34:8 Malaikat TUHAN berkemah di sekeliling orang-orang yang takut akan Dia, lalu meluputkan mereka.


Ketika membaca Mazmur ini dan memperhatikan apa yang diuraikan pada ayat 1, “Dari Daud, pada waktu ia pura-pura tidak waras pikirannya di depan Abimelekh, sehingga ia diusir, lalu pergi.” Segera muncul pertanyaan dalam benak saya: Mengapa Daud sampai di hadapan Abimelekh? Mengingat Daud adalah seorang raja, Apakah sikap berpura-pura gila yang dilakukan Daud itu mencerminkan martabat seorang raja yang menang menaklukkan raksasa Filistin? Apakah dengan berpura-pura gila Allah dipermuliakan dan apakah dengan itulah Daud lepas dari bahaya? Bagaimana mungkin kesaksian seorang yang berpura-pura (berdusta) menjadi kesaksian yang patut dipercaya?

Oleh karena itu, untuk memahami Mazmur 34 ini baiknya kita menghubungkannya dengan penuturan 1 Samuel 21 dan Mazmur 56. Dari pengamatan saya, melalui penuturan 1 Samuel 21 dan Mazmur 56 kita akan segera memahami sebuah rangkaian peristiwa yang melatarbelakngi Mazmur 34 ini. Secara singkat rangkaian peristiwa itu adalah: Karena takut kepada Saul, Daud melarikan diri ke Gat. Ia berusaha tinggal di Gad dengan menyembunyikan identitasnya, namun persembunyiannya itu segera terungkap (Bnd. 1 Sam. 21:11). Ketika raja Gad (Akhis yang bergelar Abimelekh) mengetahui identitas Daud, ia pun segera menangkapnya (Bnd. Mzm. 56:1). Daud pun di tahan di Gad. Dan disinilah Daud mulai merenungkan situasinya dan menyadari ia ada dalam bahaya maut, ia menjadi takut (Bnd. 1 Sam. 21:12). Itulah sebabnya Daud kemudian berlaku seperti orang gila dan diusir dari Gat. Dalam 1 Samuel 22 dituturkan bahwa setelah diusir dari Gad, Daud melarikan diri ke gua Adulam (1 Sam. 22:1)

Belajar dari seluruh rangkaian peristiwa itu, tidaklah berlebihan bila kita katakan bahwa situasi Daud saat itu berada dalam tekanan batin, ketakutan dan depresi yang luar biasa. Ia membutuhkan pendampingan dan pertolongan. Persoalannya: apakah dalam situasi yang demikian kemudian Allah mengirimkan orang-orang untuk mendampingi dan menghibur Daud? Ternyata, jika kita menyimak kembali penuturan dalam 1 Samuel 22 (Daud di gua Adulam) Allah bukannya mengirimkan bala tentara atau psikolog untuk menenangkan Daud. Dituturkan bahwa yang datang menghampiri Daud adalah sanak saudaranya. Mereka datang dan bergabung dengan Daud justru karena mereka sedang dalam keadaan terancam. Kemudian disusul orang-orang yang berda dalam kesukaran, orang-orang yang dikejar hutang dan orang-orang yang sakit hati (1 Sam. 22:1-2). Singkatnya, mereka yang datang adalah orang yang justru meminta pertolongan Daud.

Di sinilah Daud mengalami sebuah terapi penyembuhan yang paradox (paradoxal therapy) dari Allah. Allah mendampingi Daud dengan cara mengirim orang-orang yang memerlukan pendampingan. Dan Allah menghibur Daud dengan memberikan kesempatan baginya untuk menghibur orang lain. Disini, Allah mengubah objek menjadi subjek. Allah melibatkan Daud (yang adalah naradidik) dalam proses penyembuhan dan pendampingan bagi dirinya sendiri. Dia mengubah Daud yang semula merasa sebagai penerima (pasif) menjadi pemberi (aktiv). Terapi ini berhasil. Hasilnya, Daud yang semula sibuk meratapi kesedihannya beralih menjadi sibuk menolong orang-orang yang datang kepadanya. Disinilah Daud mengalami kesembuhan dan  peran kepemimpinannya pun menjadi terasah. Ia menjadi pemimpin mereka yang jumlahnya kira-kira empat ratus orang (1 Sam. 22:2).

Di gua Adulam ini pula Daud berefleksi dan mengingat kembali peristiwa-peristiwa masa lalunya dan menyadari bahwa ia telah melakukan tindakan yang salah (bertindak berdasarkan rasa takut kepada manusia dan bukan kepada Tuhan) (Bnd. Mzm. 56:3-4, 10-11). Berdasarkan refleksi ini ia mengambil sikap merendahkan diri di hadapan Allah dan menulis Mazmur 56 sebagai pengakuannya dan ikrar imannya. Dan kemudian ia juga menulis Mazmur 34 untuk memuji Allah karena membebaskannya (meskipun ia telah berbohong dan berdosa) dan mengajarkan prinsip untuk terus “takut kepada Tuhan” yang telah dipelajari Daud melalui pengalamannya yang menyakitkan.

Jadi, dalam menafsirkan Mazmur 34 ini, kita memerlukan terang penyingkapan tambahan dari Mazmur 56. Kita tidak perlu menapikkan segala kesalahan atau dosa Daud dalam keputusannya sebelumnya. Karena ini merupakan bagian dari proses yang harus kita pahami sebab melalui proses itulah kemudian Daud mengakuinya dan mengungkapkan pembaharuan imannya kepada Tuhan.

Dengan demikian, ketika kita membaca Mazmur 34 ini, maka kita mengerti bahwa Mazmur ini ditulis oleh seorang Daud yang telah menjalani proses kehidupan yang panjang dan dengan itu ia mengakui dosanya dan mengalami pembaharuan dari Allah. Kepercayaan yang Daud sebutkan dalam Mazmur 34 adalah yang ditegaskannya kembali dalam Mazmur 56. Kunci untuk kita memahami hubungan Mazmur 34 dan 1 Samuel 21 adalah bahwa Daud diampuni dan diperbaharui imannya sebagai hasil dari pengalamannya yang diuraikan dalam Mazmur 56.

Mazmur ini dimulai dengan suatu ikrar atau komitmen iman Daud: “Aku hendak memuji Tuhan pada segala waktu; puji-pujian kepada-Nya tetap di dalam mulutku” (Ay. 2). Di sini Daud berjanji dan berkomitmen untuk senantiasa memuji Allah-nya. Komitmen atau janji ini lahir dari sebuah peristiwa khusus di dalam hidupnya, dan dilaksanakan terus-menerus. Ini seharusnya dimengerti bahwa Daud tidak menjanjikan suatu waktu pujian secara maraton, namun lebih sebagai komitmen dirinya sendiri untuk memuji Tuhan pada setiap kesempatan dan di tengah-tengah berbagai keadaan pikiran, roh dan tubuh. Daud berkomitmen dan berjanji untuk memuji Allah senantiasa.

Pada Mazmur 34:2 Daud memberikan tendensi pada frekwensi pujian, dan pada Mazmur 34:3a ia menyatakan fokus dari pujian tersebut. Jiwanya akan “bermegah karena TUHAN” (ay. 3a). Disini Daud tidak lagi berkitat pada pengalamannya, atau kelepasannya, namun ia sudah mengarahkan dirnya pada Allah Pembebasnya. Sehingga Daud hendak mengatakan bahwa Tuhanlah yang menjadi subyek dan obyek dari pujiannya. Ia memuji Allah pada segala waktu karena dan bagi Allah.

Ayat-ayat 3b dan 4 mengingatkan kita akan kebersamaan atau persekutuan dalam pujian. Pujian bisa dilakukan secara pribadi, namun mazmur ini bukanlah jenis mazmur yang demikian. Ketika Daud berada di muka umum memuji Tuhan waktu ibadah, ia bertujuan untuk mempromosikan ibadah bagi seluruh jemaat. Mereka yang mengasihi Tuhan, seperti Daud, dapat memuliakan Dia bersama-sama dengan dia. Ajaran Paulus dalam Roma pasal 12 menunjukkan bahwa ibadah Perjanjian Baru seharusnya menjadi saling berbagi sukacita dari para orang Kristen: “Bersukacitalah dengan orang yang bersukacita, dan menangislah dengan orang yang menangis” (Rm. 12:15). Oleh karena itu Daud mengajak rekan-rekannya untuk bergabung dengannya dalam memuliakan Tuhan sehingga nama-Nya dimasyhurkan (ay.4).

Hal memuji Tuhan yang diuraikan dalam mazmur ini dapat dibagi menjadi dua tema utama yakni Perbuatan-perbuatan Tuhan dan sifat-sifat Tuhan. Karya-karya Tuhan yang luar biasa merupakan dasar dari pujian. Dalam ayat-ayat 5-8 Daud menguraikan kelepasannya, yang merupakan dasar dari pujian dan pengajarannya dalam Mazmur ini. Dan di dalamnya Daud juga menguraikan bahwa Allah adalah Allah yang aktif menjawab dan melepaskan (Ay. 5), mendengar dan menyelamatkan (Ay. 7).

Berdasarkan uraian di atas kita bisa menjempit beberapa pesan rohani :
1.      Ungkapan Bijak mengatakan: “Masa lalu berisi pelajaran, masa kini mengandung realitas dan tantangan,  masa depan adalah harapan”. Di masa lalu, kita memang mungkin pernah mengambil keputusan yang salah dan menimbulkan banyak korban. Sebagai orang percaya hendaklah itu semua menjadi pelajaran yang menunjang pertumbuhan iman. Jangan sekedar menyesal. Akuilah semuanya itu di hadapan Tuhan dan lakukanlah seperti yang dilakukan oleh Daud, dengan bertindak secara dewasa. Dan Tuhan akan menyatakan pertolongan-Nya dalam kehidupan kita.
2.    Kesalahan bukanlah sarana bagi kita untuk menghukum diri, mempersalahkan diri, atau memberi kesempatan kepada iblis untuk menuduh diri kita. Akui kesalahan kita di hadapan Tuhan.  Setelah kita mengaku dihadapan Tuhan dan jangan jatuh lagi.  Belajarlah dari pengalaman yang lalu.
3.       Mazmur ini menguraikan pengalaman iman Daud bahwa Allah adalah Allah yang aktif menjawab dan melepaskan (Ay. 5), mendengar dan menyelamatkan (Ay. 7). Hanya saja, jangan pernah ‘membatasi’ cara Allah dalam menjawab dan melepaskan, mendengar dan menyelamatkan. Sebab kesaksian Daud dalam Mazmur ini menyingkapkan cara Allah yang tek terbatas dalam mendampingi dan menyembuhkan anakNya. Bentuk pertolongan dan pendampingan Allah belum tentu sejalan dengan apa yang kita bayangkan. Dau meminta Allah mengirim orang-orang untuk menghibur dan mendampinginya. Tapi Allah mendengar dan menjawab permohonannya dengan mengirim orang-orang yang membutuhkan pendampingan dan pertolongannya. Sebab, justru dengan mendampingi dan menghibur orang lain, Daud menjadi terhibur dan semakin kuat.
4.   Tiap orang sekali waktu memang perlu berada di pihak penerima: menerima pendampingan, penghiburan, pertolongan, dsb. Akan tetapi pengalaman iman Daud yang diuraikannya dalam Mazmur ini mengajarkan kepada kita bahwa tak ada guna kita berlama-lama dalam situasi itu. Segeralah beranjak, bangkit dan bertumbuh melalui setiap proses yang terjadi dalam hidup kita. Hati-hati! Berlama-lama dalam pihak penerima akan membawa kita pada sikap “mengasihani diri sendiri” yang sering disebut saat ini dengan selfy (self pity). Akibatnya kita cenderung hanya memikirkan diri sendiri. Lalu kecewa dengan orang lain yang tidak mengasihi dia. Akibat selanjutnya adalah makin merasa kasihan terhadap diri sendiri. Ini lingkaran setan yang membentuk hidup yang egosentris.
5.      Self pity atau mengasihani diri akan menutup mata rohani kita pada kasih Allah. Akibatnya, mata rohani  kita akan dibutakan untuk melihat karya Allah yang senantiasa mendengar dan membebaskan. Sekaligus, hal ini akan membuat kita semakin enggan untuk memuji dan bersyukur kepada Allah.

Rabu, 24 Juni 2015

Dari PERTAMEDIKA BALIKPAPAN Sampai Kini di Jl. R.E. Martadinata/Merdeka No 97 Mekarsari Balikpapan Tengah

Saat itu di tengah teriknya matahari siang di Kota Minyak, memalui perjuangan keras Istriku bersama Bidan Sri Ekowati di Pertamedikan Balikpapan, Sang Khalik menitipkan seorang malaikat kecil di tengah kehidupanku. Saat itu, bobotnya 3200 gr dengan Panjang Badan 50 cm dan Lingkar Kepala 33 cm. Aku menyebutnya 'malaikat kecil' sebab kurasakan melalui dia Allah telah menyapa kehidupanku dengan suaraNya yang begitu menyegarkan jiwa. Sekaligus Dia telah memberikan sebuah tugas bagiku memelihara sebuah anugerah yang tak terhingga besarnya. Dia adalah 'malakh' bagi kehidupanku.

Alvaro Radithya Pratama Purba, demikian aku menyebut sang malaikat kecil itu. Sebutan itu adalah bagian dari doa dan harapanku baginya. Dalam kebudayaan Spanyol, Alvaro berarti "anak sulung yang menjadi pelindung, pemimpin keluarganya". Tapi lebih dari itu, Alvaro merupakan formulasi yang kuracik sendiri dari bahasa Latin 'Alfa' dengan bahasa Simalungun 'ro' atau 'roh'. Yang kemudian membentuk sebuah formulasi bahasa Latin-Simalungun: "Alvaro" yang berarti "na parlobei roh" (yang pertama hadir). Memang, aku berharap dia akan menjadi anak sulung yang mengayomi, menjaga  keutuhan dan keindahan keluargaku. Dan faktanya, ia adalah cucu pertama dari anak laki-laki bagi ibu dan bapakku. Yang sering dalam budaya kami disebut "pahompu panggoranan" . Nama ini mengandung doa dan harapan besar bagiku, sebagai sosok anak dan cucu yang pertama hadir di tengah keluargaku dan keluarga ibu-bapakku, kehadirannya yang pertama akan mengundang cucu-cucu berikutnya bagi keluarga besarku.

Yang menemani doa dalam formulasi 'Alvaro' kusisipkan kata dalam bahasa Sansekerta "aditya" yang berarti "orang yang ijaksana" serta kutambahkan pula kata dalam bahasa Simalungun 'ra' yang berarti 'mungkin', 'akan', 'mau'. Sehingga muncullah formulasi kata 'Radithya' yang bagiku berarti "akan menajadi orang yang bijaksana atau berhikmat". Berhikmat atau bijaksana disini kuartikan sejalan dengan pemahaman Amsal, yakni berhikmat atau bijaksana dimana itu semua berasal dari hidup yang takut akan Tuhan. Doa dan harapanku, dia akan menjadi anak yang takut akan Tuhan, yang berprilaku hikmat dan bijak. 

Pratama berarti Pertama. aku menyebutnya dengan sebutan ini dengan alasan yang tegas dan jelas. Ia anak pertamaku! Ia anak sulung di tengah keluargaku!

Sebagai anugerah yang besar dari Tuhan, kehadiran Alvaro Radithya Pratama dalam kehidupanku tentunya menambah sukacita. Walau di dalamnya juga terkandung tuntutan yang mengharuskanku tak hanya berfikir dan hidup untuk diriku saja. Ada dia yang seluruh perjalanan hidupnya hari kupertanggungjawabkan. 

Hari demii hari kami lalui bersama. Ada duka, ada suka! Ada air mata namun juga ada senyum bahagia. Namun yang pasti, dalam setiap dinamika hidupku bersamanya, kurasakan tangan Allah begitu luar biasa. TanganNya itu memelihara kami. Mencukupkan apa yang kami butuhkan. Samapai saat ini kurasakan kami cukup berbahagia.

Hari ini genaplah usianya 1 tahun. Ku buat acara sykuran bersama-sama anak-anak Sekolah Minggu GKPS Balikpapan. Bukan untuk merhoga-hoga apalagi bermaksud berbangga diri, acara ini kubuat semata-mata untuk menyaksikan kebesaranNya. Di Jl. Merdeka No. 97 Kelurahan Mekar Sari Kota Balikpapan kebesaran Allah kurasakan sungguh nyata. Ku akui, aku bukanlah apa-apa dan bukan pula siapa-siapa di hadapanNya. Tapi sekali lagi, anugerahnya sungguh luar biasa. Kembali Dia menyapaku dengan suaraNya yang menyukakan kalbu, namun kali ini dengan keceriaan anak-anak Sekolah Minggu. Aku juga menyadari bahwa di dalam keceriaan itu ada sebakul tanggungjawab. Tanggu jawab mempertahankan Alvaro Radithya Pratama sebagai sebuah untaian harapan dan doa demikian juga tanggungjawab bagi anak-anak Sekolah Minggu yang Tuhan titipkan menjadi domba di pelayananku. Sama halnya dengan sejarah hidupku setahun yang lalu, aku percaya bahwa Allah tak akan pernah meninggalkanku.

Biarlah Alvaro Radithya Pratama tetap menjadi doa dan harapanku bagi anakku. Dan biarlah itu tetap kupahami sebagai perjuangan besar dalam kehidupanku. Perjuangan yang membutuhkan seabrek usaha dan upaya agar dia bertumbuh menjadi anak sulung yang menjadi pemimpin, pelindung bagi keluarganya, anak sulung yang dipenuhu hikmat Allah, yang takut akan Allah.

Selamat Ulang Tahun Alvaro Radithya Pratama-ku....



Selasa, 26 Mei 2015

AMBILAN MINGGU JUDIKA, 6 April 2014

Hesekiel 37:1-14.
Tuhan Membangkitkan Kita Dari Keterpurukan.
Usul Doding: Haleluya No. 249: 1, 2, 4

Habuangan Babel Gabe “Sekolah Iman”
Ra do tubuh sungkun-sungkun ibagas pingkiranta: “Mase ipaturut Naibata Israel tarbuang, ai lang bangsa napinilihNi do sidea?”. Sada balos na sederhana na boi ididah hita humbani Bibelta pasal on aima Naibata sihol mangajarhon hubani sidea pasal hajongjonganni Jahowa pakon sonaha do na talub ihagoluhkon bangsaNi (Bnd. Hes. 34:31). Artini, fakta habuangan aima songon sada ‘parsikolahan’ hubani bangsa ai laho mananda Jahowa pakon mananda dirini selaku bangsani Jahowa. Henri J.M. Nouwen ongga menulis: Ketika Allah membuat sebuah perjanjian (covenant) dengan kita, Allah berkata, “Aku akan mencintaimu dengan sebuah kasih yang tak berkesudahan. Aku akan setia kepadamu, bahkan ketika engkau lari dari-Ku, menolak-Ku, atau mengkhianati-Ku.” Halani holong ampa kesetiaanni do ase ipalopas Naibata mangahapkon habuangan. Kesetiaan ampa holong na sintong, na totap manghasiholhon hatatorsani goluh Israel.

Piga-piga tahun paima tardilo si Hesekiel gabe Nabi, harajaon Juda terperangkap bani persaingan politis antara Masir pakon Babel. Persaingan ai dobni imonangkon Babel dobhonsi mantaluhon Masir bani tahun 597 SM. Marhiteihonni ai, Babel gabe penguasa politik i wilayah Timur Tengah Kuno, anjaha manrajai Juda pakon Jerusalem. Ibagas penaklukan on, iboan ma rakyat-rakyat na terkemuka pakon pemimpin-pemimpin Juda (Raja Yoyakhin) sonai age Nabi Hesekiel hu Babel gabe tawanan. On ma gelombang pertama habuangan Babel.

Panjahion pakon bagah-bagah Nabi Hesekiel bani Bindu 1 das hubani bindu 24 patorangkon marhalanihon aha do ase tarbuang Israel. Ijai ipatugah bahasa Israel tarbuang halani dosa-dosa na binahen ni sidea dompak Jahowa. Maruhur parbangkis marhitei na manombah gana-gana (Hes. 6:9; 20:8, 16,); Bani masa-masa sulit, gatinan ma sidea mangandalhon raja-raja asing marimbang Naibata (Hes. 29:6); Goluhni sidea lang be mardalan romban hubani aturanni Naibata (Hes. 20:21), pnl. Hajahaton on terbentuk secara massal janah regeneratif. Menyentuh ganup lapisan anjaha terwaris das hubani generasi na mangihut. Fakta on patugahkon pangengkaron Israel hubani padan na binahenni Naibata hubani sidea. Habuangan buah ketidaksetiaan Israel, buah pangoseion bani padan.

Sasintongni marhitei habuangan Babel na parlobei in iarapkon Naibata do hamubahon bani pargoluhanni Israel. Tapi bani kenyataanni, lang dong perubahan na terjadi. Gariada, lambin roh raratni do hajahatonni Israel ijia. Sapuluh tahun dobhonsi habuangan gelombang na parlobei, pargoluhanni Israel i Jerusalem pakon Juda lambin roh parahni. Bani ranah parugamaon panumbahan bani gana-gana totap do mardalan na mabahen gabe butak rumah panumbahan. Hal on jelas berdampak bani pargoluhan moral pakon sosial na lambin mengalami kemerosotan. Bani ranah politik, irencanahon sidea do pemberontakan manlawan Babel marhitei hubungan diplomasi pakon bangsa-bangsa asing. Hinorhonni ai, mangonai ma hubani sidea ringisni Naibata marhiteihon invasi Babel na paduahon ibagas pimpinan raja Nebukadnezar. Marhitei invasi on itaklukhon ma secara mutlak wilayah Israel anjaha ipareong ma rumah panumbahan na i Jerusalem. Penduduk iangkut secara besar-besaran hu Babel sebagai bangsa buangan. On ma periode habuangan na paduahon. Janah sekaligus gabe kehancuran/ penjajahan besar-besaran bani Israel

Bani perikop Hesekiel 37: 1-14 ididah hita do bahasa lang ipaturut Naibata lalap Israel bani situasi na tarbuang ai. Ibagah-bagahkonNi do parpuhooni Israel. Jadi, hansi pe ipaturut Naibata Israel tarbuang, sedo mararti lang be holong uhurni Jahowa dompak bangsa ai. Ijon ipataridahkon Naibata do ise Ia: aima Naibata na mangahaholongi bangsaNi ibagas kesetiaan. Hunjon boi idahonta bahasa ibagas uhumanNi, totap do ipasirsir Naibata pemulihan marhiteihon anggo sirsir bangsa ai marhamubahonni uhur. Halani ai, habuangan ai aima proses edukasi sedo eksekusi mati. Marhitei habuangan, ihasiholhon Naibata do ase marbalik bangsa ai hubani gaya hidup na talup ihagoluhkon bangsani Tuhan.

2. Israel Gabe Bangsa Na ‘Terpuruk’ Ibagas Habuangan.
Israel usih songon sada halak na boritan parah tapi lang sadar anggo boritan do ia. Naha pe tambar na binahen hubani pesakitan na sonai, lang anjai boi pamalumhonsi. Sonaha pe jagoni dokter na manambari, tontu senga anjai boi mambobahnsi hubani hamalumon na sasintongni. On ma keterpurukanni Israel. Halani lang menyadari keadaanni (na boritan parah secara rohani) Israel totap bani keterpurukanni.

Puluhan tahun i habuangan Babel  lang hape mambahen pembaharuan bani Israel. Karakter sipanlawan; parbohi na mapir ampa paruhur na hengkeng totap terpelihara. Dobni, kondisi na tabuang mambahen pargoluhanni bangsa Israel putus asa (hopeless) na mendalam. Keadaan on igambarhon Hesekiel bani panjahaionni marhiteihon analogi “holi-holi na merap anjaha horah” (Hes. 37:1-2). Israel terpuruk anjaha putus asa usih songon holi-holi na merap anjaha horah na manggambarhon hamateian.

3. Ibagas Tuhan Mission Imposible Boi Gabe Mission Possible.
Bani konteks Israel sipanlawan; parbohi na mapir ampa paruhur na hengkeng do Nabi Hesekiel idilo Naibata laho manjahai pasal masa depan Israel romban hubani rencana ni Naibata. Bani Hesekial 37:3a ihatahon Naibata ma dompak hesekiel: “Ale anak ni jolma, boi ope manggoluh holi-holi on?” Bani bahasa na legan boi hatahonon: “dong pe harapan Israel on boi maluah?”. Tontu, sungkun-sungkun na mengundang pergumulan na borat do on hubani si Hesekiel. Halani tangkas do ibotoh si Hesekiel sonaha style of life na ihagoluhkon Israel ijia, na lape mardalan domu hubani na hinarosuhkonni Naibata. Maronjolan bani pertimbangan akal sehat janah mangidah kondisi Israel ijia, balosni sungkun-sungkun ai aima: Lang!  Hesekiel mambere balos na ‘unik’: “Ale Tuhan Jahowa, Ham do na mambotoh ai!” (Hes. 37:3b). Balosni sedo ‘eak’ atap ‘lang’. On ma indikasi bahasa secara manusiawi bergumul ope Hesekiel bani jawabanni ai.

Bayangkon ham ma, sonari itogu Naibata ma ham mangidah realitasni goluh i negaranta on: ipabotohkon Naibata ma bamu realitas penduduk miskin na domma mencapai 28,07 juta jiwa (+ 11,37% humbani total penduduk Indonesia). Dobhonsi ai, ipataridahkonNi do homa bueini angka pengangguran, bueini anak-anak terlantar, bueini permasalahan lansia, kriminalitas na torus meningkat, sonai homa korban narkoba, konflik SARA, kerusuhan antar kampung, separatisme yang mengarah pada disintegrasi bangsa, pnl. Ambahni ai, ipatuduhkon ma homa bamu data na irilis KPK bani semester pertama 2013, na ija dong 47 kasus tindak pidana korupsi na terjadi bani Januari das hubani Juli 2013. Anjaha humbani 47 kasus, sibahatan ma ai terjadi i lingkungan instansi kementerian/lembaga pusat (28 perkara). Dob honsi ai, pemerintah kabupaten/kota pakon provinsi (17 perkara), janah wakil rakyat/DPR (2 perkara). Ibagas situasi na sonai roh ma sungkun-sungkun Naibata bamu: boi pe dera bangsa on? Manjahai ma ho dompak bangsa on! Tontu, terjadi do pergulatan iman ibagas dirinta, bani sada sisi porsaya do hita bahasa Naibata markuasa, tapi bani sisi na legan penyakitni bangsa on domma parah janah siparahan aima lang mangahap bangsa on bahasa na boritan ia. Ra do tubuh ibagas pingkiranta: it’s mission imposible! Usih sonai ma pergulatan iman Hesekiel ibagas perikop on. 

Lang ipaturut Naibata hape si Hesekiel totap mangahapkon pergulatan iman na borat ai. Iontang Naibata ma ia laho marbagian bani rencananiNi na sihol pagoluhkon holi-holi na merap anjaha horah ai (Hes. 37:4). Bani panjahaionni si Hesekiel ipatuduh Naibata do pasal hadirionNi na markuasa bani pargoluhanni jolma. InahkonNi do tonduy, urat-urat anjaha ipatubuhkon ma daging hubani holi-holi na merap anjaha horah ai, ase manggoluh sidea use (Hes. 37:4-6). Hal on pasingatkon hita bani proses panompaonni Naibata hubani jolma songon na tarsurat bani 1 Musa 2:7. Sahali nari, ipatandahon Naibata do hubani si Hesekiel bahasa Ia do na gabe bona ni hagoluhan (Bnd. Hes. 37:14; Ps. 104:30).

Ibagas hasirsironni si Hesekiel marbagian bani suruhanni Naibata jumpahsi do balos bani pergulatan imanni. Sanggah manjahai ai ia masa ma sora na mardongos anjaha marsitohuan do holi-holi samah holi-holi (Hes. 37:7); tubuh ma urat-urat bani daging na matei ai (Hes. 37:8); roh do tonduy humbani desa naompat manompul daging na lang martonduy ai janah gabe manggoluh ma sidea (Hes. 37:9-10). Marhitei na inahkon Jahowa Tonduy ai hubani Israel ipungkah ma pargoluhan na nayu dompak sidea. Pargoluhan na bayu na gabe gantihni pargoluhan na sebelumni (seng dong be pangarapan, bois, matei). Tongon, talar do haganupan ai marhitei hamonanganni Asyur bani panorang raja Koresh, na gabe hitei haluahon Israel. Boanonni Naibata do sidea hu tanoh Israel gabe bangsa na bayu (Hes. 37:12-14). Pergulatan imanni si hesekial dobni terjawab ma! Mission impossible na sebelumni mewarnai hauhuronni si Hesekiel dobni gabe mission possible.

4. Ibagas Kristus Jaloonta Do Goluh Na bayu
Naibata do bonani hagoluhan! Ibagas gomgomanni Naibata do haganup goluhni jolma ronsi haganup dinamikani. Panjahaionni Nabi Hesekiel patubuhkon sada pangarapan hubanta bani kondisi pargoluhan na sipata usih songon holi-holi na merap anjaha horah on. Pengalaman pangidangionni Hesekiel patugahkon hubanta bahasa hasirsiron marbagian bani parentahni Tuhan, in do na mambahen hita mangarusi aha maksudni Tuhan ibagas pargoluhonta. Hasirsironta ipakei Naibata ibagas horjaNi, in do na patalubkon hita mangidah sonaha banggalni holong ampa kesetiaanni Naibata hubani bangsaNi. Tontu, hasirsiron ai ipungkah humbani pergaulan/ panandaionta dompakSi. Ra do sipata gabe pitung mata rohaninta mangidah sonaha kuasa ampa kesetiaanni Jahowa halani bageini na masa bani pargoluhonta. Marhitei ambilan on tangkas ipabotohkon hubanta bahasa na gabe kata kunci manjalo pangarusion bani ganup rencani Tuhan aima hasirsiron totap marbagian bani horjaNi. Songon hatani doding na manghatahon: “Semakin dekat aku padaNya, semakin kurasakan kasihNya”. Lambin dohor hita hubani Naibata (marhitei hasirsiron marbagian bani horjani) lambin itandai hita do sonaha banggalni pambahenanNi ibagas goluhta.  

Haganup do hita mardosa (Rm. 3:23) anjaha upahni dosa aima hamateian (Rm. 6:23). Tapi ibagas Kristus domma gabe tinompa na baru hita (Rm. 8:1-2). Gabe merdeka do hita humbani ikatan-katan na tubuh humbani dosa. Ibagas Tonduyni Naibata (ibagas Kristus Jesus) layur-layur ari do ipaherbang Naibata tanganni laho mamasu-masu hita (Rm. 10:21; Jes. 65:2). Goluh na bayu ibagas idopni uhur, in do na gabe gogoh hubanta laho mandompakhon na masa bani goluh on. Ase, ibagas na masa bani goluhta (sukses atap terpuruk) pitah Jesus Kristus do na boi gabe onjolan banta. Sejarah Alkitab patugahkon bahasa Naibata merhitei Jesus Kristus domma mantaluhon hamatei, Ia do simada hagoluhan on. Atap aha pe na masa Naibata ma na gabe hasomanta. Anggo Naibata hasomanta ise ma imbangta?

Humbani piga-piga point hatorangan iatas, adong piga-piga hal na sihol diskusihononta,
  1. Tinggini angka kemiskinan, pengangguran, penyalahgunaan narkoba, konflik horizonta, KKN sonai homa penyakit moral pakon sosial na legan aima keadaan na masa itongah-tongahta nuan. Marhiteihonni ai sepakat do ra hita anggo nahatahon: Indonesia sonari bani keadaan na boritan! Domu hujai, naha do pandapotmu perannanni halak Kristen nuan itongah-tongahni krisisni bangsa on?
  2. Na mambahen umparah keadaanni Israel aima lang sadar sidea bahasa na boritan do sidea! Menurut pangidahmu, dong do ahap sonon bani bangsanta na ibagas krisis multi dimensi nuan? Atap ra do on gabe faktor ase lalap hita ibagas krisis. 
  3. Bani zaman multimedia on, buei do tuhan-tuhan na patandahon dirini hubani jolma marhitei cara pakon media na modern. Dong ma ai marhitei materi, dong ma deba marhitei kuasa/tahta, dong ma homa marhitei kenikmatan, pnl. Tangkas pe bani ingatanta pasal kasus impor daging sapi, skandal Hambalang, kasus suap Ketua MK, pnl. Anjaha anggo itulimati hita na masa ai, ganup do terkait bani pandiloon/ rayuan tuhan-tuhan ai. Ambilan on patugahkon hubanta bahasa sadaSi TUHAN anjaha hujai ma hita marhaondosan. Naha do manurut pandapotmu cara na ibahen hita ase totap hita manggoluh ibagas haondosan hubani Tuhan itongah-tongahni godaan tuhan-tuhan ni zaman on?? 
  4. Selamat berdiskusi!

Salam Kasih dari Timur Borneo!
Pdt. Jonedy Chandra Purba. S.Th
GKPS Resort Kalimantan Timur