Hidup hanya satu
kali. Panjang perjalanan hidup pun terbatas. Tak bisa diulang atau
diperpanjang. Itulah sebabnya, mengapa bagiku kesempatan menikmati pertambahan
usia saat ini menjadi suatu hal yang sangat istimewa. Istimewa, karena ternyata
sudah 28 tahun aku menjalani kehidupan ini. Sudah 28 tahun aku diberi
kesempatan menikmati dunia ini dengan segenap riak-riaknya.
28 September
1983, Allah mengaruniakan kesempatan bagiku untuk menikmati kehidupan dengan
segala warna-warninya. Di pinggiran kota Medan dan ditengah
keluarga yang sederhana Allah menitipkanku untuk bertumbuh dan menjadi salah
satu pelaku dalam skenario kehidupan yang dirancang-Nya. Bak sebatang pohon,
aku tumbuh. Bak seokor burung aku belajar terbang mengarungi langit. Bak
seorang actor aku memainkan peran
dalam ruang dan waktu dimana Dia menitipkanku untuk mewarnai setiap alur cerita
yang disutradarai-Nya. Kadang pohon itu harus berhadapan dengan angin
sepoi-sepoi yang begitu menyejukkan, walau kadang rantingnya harus patah bahkan
batangnya tumbang diterpa deru angin yang membahana. Kadang burung kecil itu
harus jatuh ketika dia belajar terbang mengitari luasnya cakrawala dan kadang
dalam ketegarannya dia mampu menaklukkan setiap tiupan angina yang menghantam.
Kadang, actor yang tak ternama itu harus memainkan peran utamanya dengan
tergopo-gopo, walau kadang kala ia hanya tampil sebagai figuran yang hanya
dipakai untuk peran yang sama sekali tak menghibur. Semua itu sungguh istimewa
bagiku karena pada kenyataannya aku mampu tetap hidup dan mewarnai kehidupan
hingga saaat ini.
Dalam hidup dan dalam tugas mewarnai
kehidupan itu, semakin aku menyadari bahwa Dia menginginkanku terus bertumbuh.
Bertumbuh tidak hanya untuk menjadi pelengkap tapi mengambil peran yang sungguh
amat penting. Akan tetapi, semakin aku berupaya untuk menghayati keinginan-Nya
itu, jiwaku senantiasa dituntuntun pada sebuah pertanyaan: “Siapakah aku ini, ya TUHAN Allah, dan siapakah keluargaku, sehingga
Engkau membawa aku sampai sedemikian ini?’. Sungguh, pertanyaan itu tetap
menjadi misteri yang tak pernah terpecahkan sampai 28 tahun kujalani kehidupan
ini. Bak sebatang pohon, aku hanya sebatang pohon kecil, bak seekor burung, aku
nyatanya bukanlah burung rajawali. Bak seorang actor, aku hanyalah actor yang tak selalu menyadang peran
utama.
Pertanyaan itu, semakin membahana dalam
batinku manakala 2 tahun silam, Dia memanggilku untuk menjadi hamba-Nya untuk
sebuah tugas besar dalam rumah-Nya. Dalam segala lini kemampuan, aku
biasa-biasa saja. Bahkan terlalu naïf rasanya jika aku dikatakan pantas untuk
tugas mulia ini. Anehnya, Dia tetap mau pakai aku hingga saat ini. Sungguh,
bagiku ini adalah sebuah apresiasi yang sangat luar biasa dari Allahku yang
luar biasa.
Saat ini, ketika Dia mengaruniakan aku
kesempatan mengarungi kehidupan ini satu tahun lagi, aku mau pertanyaan itu
tetap membahana dalam sanubariku. Sebuah pertanyaan yang kuharapkan menuntunku
pada pengakuan yang mantab akan kebesaran-Nya. Pengakuan yang tak hanya
menjangkau ranah pikirku tapi juga mendarat kuat dalam setiap sesi kehidupanku.
Dan biarlah pertanyaan itu pada akhirnya akan menuntunku pada sebuah titik yang
pasti: “kemana sebenarnya tujuan hidup ini kuarahkan?
Terimakasih Ya Tuhan Allahku, atas hidup
yang masih Kau biarkan ada padaku. Terimakasih buat seluruh insan yang masih
Kau biarkan terus mendampingiku dalam menjalani lautan luas kehidupan ini.
Sungguh, aku istimewa bagi-Mu. Pakai aku ya Tuhan seturut rencana-Mu. Tuntun
aku untuk mampu mensyukuri limpahan berkat yang masih Kau biarkan menghampiriku….
"Siapakah
aku ini, ya TUHAN Allah, dan siapakah keluargaku, sehingga Engkau membawa aku
sampai sedemikian ini?
I
Tawarikh 17:16
Negeri
Berbilang Kaum
Sibolga
Nauli
28
September 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar